All human actions have one or more of these seven causes: chance, nature, compulsion, habit, reason, passion, and desire.
Aristotle

Thursday, May 15, 2014

Ranah Gangguan Jiwa

Now we know already “What mental disorder really is?”, kita akan membahas cakupan dari psikiatri.
Apa? Lupa? Lihat posting sebelumnya dong.... ckckck.....
Well OK deh, let’s review here :
Psikiatri = Ilmu Kedokteran Jiwa è Mempelajari penanganan gangguan jiwa.
Representasi jiwa tampak dari 3 aspek : Pikiran – Perasaan – Perilaku
Gangguan jiwa didiagnosis berdasarkan :
  • Adanya gejala klinis yang bermakna (tampak pada perubahan 3 aspek jiwa).
  • Gejala klinis tersebut menimbulkan penderitaan (distress).
  • Gejala klinis tersebut menimbulkan hendaya (disability) dalam aktivitas kehidupan sehari-hari yang biasa dan diperlukan untuk perawatan diri dan kelangsungan hidup.


FAQ : Apakah Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) pasti berkelakuan aneh ?


Secara umum gangguan jiwa dikelompokkan menurut beratnya hendaya yang ditimbulkan menjadi gangguan jiwa psikotik dan non psikotik. ODGJ akan menderita hendaya dalam 3 aspek fungsi kehidupan, yaitu :
  • Fungsi menilai realita (Reality Testing Ability = RTA)
Gangguan pada fungsi ini tampak melalui gangguan kesadaran diri (awareness), daya nilai norma sosial (judgement), dan daya tilikan diri (insight).
  • Fungsi-fungsi mental
Gangguan pada fungsi ini tampak melalui perubahan pada ketiga aspek jiwa.
  • Fungsi kehidupan sehari-hari
Gangguan pada fungsi ini tampak melalui gangguan dalam melakukan pekerjaan, hubungan sosial, menggunakan waktu senggang, dan dalam kemampuan melakukan kegiatan rutin sehari-hari termasuk perawatan diri.

Jika ketiga hendaya ini berat, maka gangguan jiwa yang diderita tergolong dalam kelompok psikotik, dan jika ringan hingga sedang, dikelompokkan ke dalam kondisi non psikotik.

ODGJ yang tampak aneh yang kerap diteriaki anak-anak kampung “Ooyy... orang gila.. hee... orang gilaaa..!!” biasanya berkaitan dengan terjadinya hendaya berat dalam fungsi mental, dan menandakan suatu kondisi gangguan jiwa psikotik. Orang tersebut sering bicaranya tidak nyambung (merupakan gangguan asosiasi pikiran), punya ide-ide pikiran yang tidak wajar (biasanya berupa waham), mendengar, melihat, merasakan sesuatu yang tidak nyata (halusinasi), ketawa saat orang lain sedih atau sebaliknya (gangguan alam perasaan dan ekspresi emosi), serta penampilan dan perilaku yang aneh seperti memakai ember bekas di kepala, berceramah di kuburan, ataupun perilaku yang tidak terkendali lain.

Meskipun demikian, banyak kasus gangguan jiwa psikotik dimana orang tersebut dari penampilan tidak tampak aneh, namun ternyata dalam pemeriksaan ternyata mengalami gangguan isi pikir berupa waham dan gangguan mempersepsikan indera berupa halusinasi.

FAQ : Keluhan sakit kepala dan masalah tidur tentunya bukan gangguan jiwa karena masalahnya di fisik ?


Mayoritas penderita gangguan jiwa berat memerlukan rawat inap di rumahsakit khusus jiwa, tapi banyak penderita gangguan jiwa berat yang dalam keadaan stabil dan terkontrol dengan obat mendapat penanganan rawat jalan. Beratnya hendaya fungsi mental sering membuat ODGJ psikotik dapat didiagnosis bahkan oleh masyarakat awam. Cap “orang gila”, “orang sinting”, “orang sakit jiwa” biasanya terus melekat pada orang-orang ini meskipun mereka telah mencapai keadaan remisi, dan biasanya justru pengucilan sosial ini malah menjadi stresor baru yang dapat memicu episode baru gangguan jiwa pada ODGJ berat yang telah mengalami remisi.

Itulah sebabnya banyak gangguan jiwa non psikotik yang tidak terdeteksi. Masyarakat awam telah memiliki stigma terhadap penderita gangguan kejiwaan, sehingga masalah-masalah kejiwaan yang sebenarnya telah membutuhkan intervensi medis tidak dibawa ke dokter atau psikiater tetapi dibawa ke dukun, pemuka agama saja, atau psikolog saja. Gangguan jiwa yang memiliki kausa biopsikososial semestinya mendapat penanganan yang terintegrasi secara biopsikososial juga. Psikiatri membantu mengintegrasikan ini secara holistik, namun tetap membutuhkan dukungan semua pihak, termasuk sejawat dokter ahli dari bidang lain dan profesi sosial kemasyarakatan lainnya.

Jiwa dan soma sebenarnya merupakan satu kesatuan. Tanpa jiwa (soul/spirit dalam bahasa Inggris, yang selain memiliki makna “roh” atau “nyawa” juga berarti “semangat/kehendak”), soma atau tubuh kita tak akan dapat bergerak atau berfungsi dengan baik. Tanpa tubuh, jiwa kita tak dapat bermanifes. Gangguan pada jiwa akan mempengaruhi tubuh, demikian sebaliknya. Dan lebih jauh lagi, gangguan jiwa itu sendiri merupakan masalah biologis yang memiliki mekanisme saling berkait yang sangat rumit, melibatkan keseimbangan zat-zat kimiawi dalam tubuh yang diantaranya adalah hormon dan neurotransmiter. Jiwa sebagaimana tampak melalui pikiran, perasaan, dan perilaku, secara anatomis dikode oleh otak, melalui zat kimia yang akan memicu respon dari seluruh bagian tubuh melalui zat kimia penangkap yang disebut reseptor. Ini sebabnya gangguan jiwa tidak semata-mata terlokalisir ataupun disebabkan oleh pada salah satu organ atau sistem organ tertentu, namun bermanifestasi dan merupakan respon dari pada seluruh tubuh.

Sebagai contoh paling sederhana, sakit kepala. Dalam ilmu kedokteran, sakit kepala atau cephalgia merupakan gejala yang menyertai banyak sekali diagnosis banding. Sakit kepala dapat disebabkan oleh gangguan pada penglihatan, infeksi pada sinus (rongga pada tulang dahi dan tulang pipi), infeksi pada telinga, infeksi gigi, radang tenggorokan, tekanan darah tinggi, tegang otot, kecapekan, anemia, ulkus/luka pada lambung, gejala stroke ringan, hingga yang berat seperti tumor otak, dan mungkin bermacam-macam gangguan pada otak. Dapatkah sakit kepala menjadi tanda gangguan jiwa ringan/sedang? Ya. Jika semua diagnosis fisik telah disingkirkan melalui pemeriksaan yang teliti dan dibantu oleh tes diagnostik penunjang seperti analisa darah, jaringan, dan radiologis, keluhan tersebut tetap tidak dapat dijelaskan, maka kemungkinan besar sakit kepala tersebut merupakan manifestasi gangguan kejiwaan.

Episode depresi dan bermacam-macam gangguan neurotik lainnya dapat disertai oleh keluhan sakit kepala, sulit tidur, jantung berdebar. Tiga keluhan inilah yang seringkali salah alamat, sehingga penderitanya kerap datang ke psikiater dalam kondisi yang lebih parah akibat shopping doctor.

Whooaa.... Wait a minute! Episode depresi? Gangguan neurotik? Makanan apa lagi itu???

Episode depresi berbeda dengan kondisi depresi yang sering kita gunakan dalam bahasa sehari-hari, terkadang secara bergantian dengan istilah “stress”. Episode depresi merupakan diagnosis klinis dengan syarat gejala dan tanda tertentu yang harus dipenuhi menurut standar International Classification of Diseases, bukan keadaan sedih gara-gara habis diputusin pacar yee.... :p 
Di Amerika Serikat yang menggunakan pengklasifikasian khusus untuk diagnosis gangguan jiwa (psikiater AS yang tergabung dalam American Psychiatry Association, menggunakan juga DSM, Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, selain ICD) diagnosis episode depresi dikenal sebagai Major Depressive Disorder.

Gangguan neurotik merupakan sekelompok gangguan yang memberi manifestasi somatik yang lebih menonjol yang sebenarnya merupakan efek dari gangguan psikologisnya. Termasuk dalam kelompok gangguan ini adalah gangguan cemas yang sangat sering tersamar dalam gejala yang mirip penyakit jantung hipertensi atau gangguan lambung.maag.

FAQ : Memangnya anak-anak dan nenek-nenek bisa kena gangguan jiwa?


Masa kanak merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan paling pesat. Mayoritas gangguan jiwa ringan dalam masa ini tidak terdeteksi karena orangtua masih menganggap sepele masalah-masalah dengan kelakuan anak atau kurangnya kemampuan anak mengikuti atau melakukan tugas tertentu. Gangguan membaca khas (F81.0), gangguan mengeja khas (F81.1), dan gangguan berhitung khas (F81.2) merupakan beberapa diagnosis ICD-X (disulih dalam versi Indonesia menjadi Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa atau PPDGJ edisi III) yang sangat sedikit terdiagnosis karena kurangnya penderita dan orangtuanya mencari pertolongan medis.

Yang sedang nge-trend bahkan dapat disebut booming dalam tahun-tahun belakangan ini justru jenis gangguan psikiatri yang cukup berat pada anak, namun sayangnya dan herannya, sebagian besar tidak ditangani oleh atau bersama psikiater: autisme dan ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder). Gangguan ini sejatinya sesuai naturnya yang melibatkan hendaya pada RTA, fungsi mental, dan fungsi kehidupan sehari-hari merupakan gangguan jiwa. Namun hampir semua orangtua pasti menolak jika anaknya yang menderita autisme atau ADHD dikatakan mengalami gangguan jiwa. Thanks to the “STIGMA” yang diciptakan oleh masyarakat sendiri terhadap gangguan jiwa dan penderitanya.

Diagnosis gangguan jiwa pada lansia sering dikaburkan atau co-exist dengan diagnosis penyakit fisik. Gangguan jiwa paling sering pada lansia mencakup gejala-gejala gangguan emosi, penurunan daya ingat dan fungsi kognitif lainnya. Cukup banyak lansia yang sebenarnya mengalami demensia namun tidak terdeteksi, sekali lagi karena alasan klasik yang mirip secara umum dengan alasan mengapa ODGJ tidak memeriksakan diri. Takut akan cap “orang gila”.

Kesimpulannya, I guess, kita harus mau memahami bahwa gangguan jiwa “dapat” (bukan “pasti”) terjadi pada semua orang dari segala lapisan dan semua kelompok usia. Manifestasinya juga bukan semata-mata gangguan pikiran, emosi, dan tingkah laku, dia dapat menyamar sebagai keluhan-keluhan fisik.


Adakah masalah Anda yang disadari atau tidak telah menimbulkan tiga hendaya?

Maybe you need help. Do not be afraid.

No comments:

Post a Comment