Now we know
already “What mental disorder really is?”, kita akan membahas cakupan dari
psikiatri.
Apa? Lupa?
Lihat posting sebelumnya dong.... ckckck.....
Well OK deh,
let’s review here :
Psikiatri =
Ilmu Kedokteran Jiwa รจ Mempelajari penanganan
gangguan jiwa.
Representasi
jiwa tampak dari 3 aspek : Pikiran – Perasaan – Perilaku
Gangguan jiwa didiagnosis berdasarkan :
- Adanya gejala klinis yang bermakna (tampak pada perubahan 3 aspek jiwa).
- Gejala klinis tersebut menimbulkan penderitaan (distress).
- Gejala klinis tersebut menimbulkan hendaya (disability) dalam aktivitas kehidupan sehari-hari yang biasa dan diperlukan untuk perawatan diri dan kelangsungan hidup.
FAQ : Apakah Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) pasti berkelakuan aneh ?
Secara umum
gangguan jiwa dikelompokkan menurut beratnya hendaya yang ditimbulkan menjadi
gangguan jiwa psikotik dan non psikotik. ODGJ akan menderita
hendaya dalam 3 aspek fungsi kehidupan, yaitu :
- Fungsi menilai realita (Reality Testing Ability = RTA)
Gangguan pada fungsi ini tampak melalui gangguan kesadaran diri (awareness), daya nilai norma sosial (judgement), dan daya tilikan diri (insight).
- Fungsi-fungsi mental
Gangguan pada fungsi ini tampak melalui perubahan pada ketiga aspek jiwa.
- Fungsi kehidupan sehari-hari
Gangguan pada fungsi ini tampak melalui gangguan dalam melakukan pekerjaan, hubungan sosial, menggunakan waktu senggang, dan dalam kemampuan melakukan kegiatan rutin sehari-hari termasuk perawatan diri.
Jika ketiga hendaya ini berat, maka gangguan jiwa yang diderita tergolong dalam kelompok psikotik, dan jika ringan hingga sedang, dikelompokkan ke dalam kondisi non psikotik.
ODGJ yang
tampak aneh yang kerap diteriaki anak-anak kampung “Ooyy... orang gila.. hee...
orang gilaaa..!!” biasanya berkaitan dengan terjadinya hendaya berat dalam
fungsi mental, dan menandakan suatu kondisi gangguan jiwa psikotik. Orang
tersebut sering bicaranya tidak nyambung (merupakan gangguan asosiasi pikiran),
punya ide-ide pikiran yang tidak wajar (biasanya berupa waham), mendengar,
melihat, merasakan sesuatu yang tidak nyata (halusinasi), ketawa saat orang
lain sedih atau sebaliknya (gangguan alam perasaan dan ekspresi emosi), serta
penampilan dan perilaku yang aneh seperti memakai ember bekas di kepala,
berceramah di kuburan, ataupun perilaku yang tidak terkendali lain.
Meskipun
demikian, banyak kasus gangguan jiwa psikotik dimana orang tersebut dari
penampilan tidak tampak aneh, namun ternyata dalam pemeriksaan ternyata
mengalami gangguan isi pikir berupa waham dan gangguan mempersepsikan indera
berupa halusinasi.
FAQ : Keluhan sakit kepala dan masalah tidur tentunya bukan gangguan jiwa karena masalahnya di fisik ?
Mayoritas
penderita gangguan jiwa berat memerlukan rawat inap di rumahsakit khusus jiwa,
tapi banyak penderita gangguan jiwa berat yang dalam keadaan stabil dan
terkontrol dengan obat mendapat penanganan rawat jalan. Beratnya hendaya fungsi
mental sering membuat ODGJ psikotik dapat didiagnosis bahkan oleh masyarakat
awam. Cap “orang gila”, “orang sinting”, “orang sakit jiwa” biasanya terus
melekat pada orang-orang ini meskipun mereka telah mencapai keadaan remisi, dan
biasanya justru pengucilan sosial ini malah menjadi stresor baru yang dapat
memicu episode baru gangguan jiwa pada ODGJ berat yang telah mengalami remisi.
Itulah
sebabnya banyak gangguan jiwa non psikotik yang tidak terdeteksi. Masyarakat
awam telah memiliki stigma terhadap penderita gangguan kejiwaan, sehingga
masalah-masalah kejiwaan yang sebenarnya telah membutuhkan intervensi medis
tidak dibawa ke dokter atau psikiater tetapi dibawa ke dukun, pemuka agama
saja, atau psikolog saja. Gangguan jiwa yang memiliki kausa biopsikososial
semestinya mendapat penanganan yang terintegrasi secara biopsikososial juga.
Psikiatri membantu mengintegrasikan ini secara holistik, namun tetap
membutuhkan dukungan semua pihak, termasuk sejawat dokter ahli dari bidang lain
dan profesi sosial kemasyarakatan lainnya.
Jiwa dan
soma sebenarnya merupakan satu kesatuan. Tanpa jiwa (soul/spirit dalam bahasa
Inggris, yang selain memiliki makna “roh” atau “nyawa” juga berarti
“semangat/kehendak”), soma atau tubuh kita tak akan dapat bergerak atau
berfungsi dengan baik. Tanpa tubuh, jiwa kita tak dapat bermanifes. Gangguan
pada jiwa akan mempengaruhi tubuh, demikian sebaliknya. Dan lebih jauh lagi,
gangguan jiwa itu sendiri merupakan masalah biologis yang memiliki mekanisme
saling berkait yang sangat rumit, melibatkan keseimbangan zat-zat kimiawi dalam
tubuh yang diantaranya adalah hormon dan neurotransmiter. Jiwa sebagaimana tampak melalui pikiran, perasaan, dan perilaku, secara anatomis dikode oleh otak, melalui zat kimia yang akan memicu respon dari seluruh bagian tubuh melalui zat kimia penangkap yang disebut reseptor. Ini sebabnya gangguan jiwa tidak semata-mata terlokalisir ataupun disebabkan oleh pada salah satu organ atau sistem organ tertentu, namun bermanifestasi dan merupakan respon dari pada seluruh tubuh.
Sebagai
contoh paling sederhana, sakit kepala. Dalam ilmu kedokteran, sakit kepala atau
cephalgia merupakan gejala yang menyertai banyak sekali diagnosis banding.
Sakit kepala dapat disebabkan oleh gangguan pada penglihatan, infeksi pada
sinus (rongga pada tulang dahi dan tulang pipi), infeksi pada telinga, infeksi
gigi, radang tenggorokan, tekanan darah tinggi, tegang otot, kecapekan, anemia,
ulkus/luka pada lambung, gejala stroke ringan, hingga yang berat seperti tumor
otak, dan mungkin bermacam-macam gangguan pada otak. Dapatkah sakit kepala
menjadi tanda gangguan jiwa ringan/sedang? Ya. Jika semua diagnosis fisik telah
disingkirkan melalui pemeriksaan yang teliti dan dibantu oleh tes diagnostik
penunjang seperti analisa darah, jaringan, dan radiologis, keluhan tersebut
tetap tidak dapat dijelaskan, maka kemungkinan besar sakit kepala tersebut
merupakan manifestasi gangguan kejiwaan.
Episode
depresi dan bermacam-macam gangguan neurotik lainnya dapat disertai oleh
keluhan sakit kepala, sulit tidur, jantung berdebar. Tiga keluhan inilah yang
seringkali salah alamat, sehingga penderitanya kerap datang ke psikiater dalam
kondisi yang lebih parah akibat shopping
doctor.
Whooaa.... Wait
a minute! Episode depresi? Gangguan neurotik? Makanan apa lagi itu???
Episode
depresi berbeda dengan kondisi depresi yang sering kita gunakan dalam bahasa
sehari-hari, terkadang secara bergantian dengan istilah “stress”. Episode
depresi merupakan diagnosis klinis dengan syarat gejala dan tanda tertentu yang
harus dipenuhi menurut standar International Classification of Diseases, bukan
keadaan sedih gara-gara habis diputusin pacar yee.... :p
Di Amerika
Serikat yang menggunakan pengklasifikasian khusus untuk diagnosis gangguan jiwa
(psikiater AS yang tergabung dalam American
Psychiatry Association, menggunakan juga DSM, Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, selain ICD)
diagnosis episode depresi dikenal sebagai Major Depressive Disorder.
Gangguan
neurotik merupakan sekelompok gangguan yang memberi manifestasi somatik yang
lebih menonjol yang sebenarnya merupakan efek dari gangguan psikologisnya.
Termasuk dalam kelompok gangguan ini adalah gangguan cemas yang sangat sering
tersamar dalam gejala yang mirip penyakit jantung hipertensi atau gangguan lambung.maag.
FAQ : Memangnya anak-anak dan nenek-nenek bisa kena gangguan jiwa?
Masa kanak
merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan paling pesat. Mayoritas gangguan
jiwa ringan dalam masa ini tidak terdeteksi karena orangtua masih menganggap
sepele masalah-masalah dengan kelakuan anak atau kurangnya kemampuan anak
mengikuti atau melakukan tugas tertentu. Gangguan membaca khas (F81.0),
gangguan mengeja khas (F81.1), dan gangguan berhitung khas (F81.2) merupakan
beberapa diagnosis ICD-X (disulih dalam versi Indonesia menjadi Pedoman
Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa atau PPDGJ edisi III) yang sangat
sedikit terdiagnosis karena kurangnya penderita dan orangtuanya mencari
pertolongan medis.
Yang sedang
nge-trend bahkan dapat disebut booming
dalam tahun-tahun belakangan ini justru jenis gangguan psikiatri yang cukup
berat pada anak, namun sayangnya dan herannya, sebagian besar tidak ditangani
oleh atau bersama psikiater: autisme dan ADHD (Attention
Deficit Hyperactivity Disorder). Gangguan ini sejatinya sesuai naturnya
yang melibatkan hendaya pada RTA, fungsi mental, dan fungsi kehidupan
sehari-hari merupakan gangguan jiwa. Namun hampir semua orangtua pasti menolak
jika anaknya yang menderita autisme atau ADHD dikatakan mengalami gangguan
jiwa. Thanks to the “STIGMA” yang diciptakan oleh masyarakat sendiri terhadap
gangguan jiwa dan penderitanya.
Diagnosis
gangguan jiwa pada lansia sering dikaburkan atau co-exist dengan diagnosis penyakit fisik. Gangguan jiwa paling
sering pada lansia mencakup gejala-gejala gangguan emosi, penurunan daya ingat
dan fungsi kognitif lainnya. Cukup banyak lansia yang sebenarnya mengalami
demensia namun tidak terdeteksi, sekali lagi karena alasan klasik yang mirip
secara umum dengan alasan mengapa ODGJ tidak memeriksakan diri. Takut akan cap
“orang gila”.
Kesimpulannya,
I guess, kita harus mau memahami bahwa gangguan jiwa “dapat” (bukan “pasti”)
terjadi pada semua orang dari segala lapisan dan semua kelompok usia.
Manifestasinya juga bukan semata-mata gangguan pikiran, emosi, dan tingkah
laku, dia dapat menyamar sebagai keluhan-keluhan fisik.